Saturday, April 12, 2025

Menganalisis Wawancara Presiden Prabowo: Ketajaman Pertanyaan, Dinamika Jurnalis, dan Isu-isu Strategis bagi Masyarakat


Wawancara Presiden Prabowo Subianto dengan tujuh jurnalis senior dari berbagai media nasional menjadi salah satu momen penting dalam sejarah politik Indonesia. Sebagai presiden yang kini telah resmi menjabat sejak Oktober 2024, tayangan ini memberikan gambaran awal tentang arah kebijakan yang mulai dijalankan oleh Prabowo. Selain itu, wawancara tersebut membuka kesempatan bagi publik untuk menilai sejauh mana keterbukaan dan komitmen pemerintah baru terhadap isu-isu penting di tingkat nasional.

Menurut saya, cara para jurnalis menyusun pertanyaan untuk Presiden Prabowo cukup tajam dan mendalam, walaupun tetap disampaikan dengan hati-hati. Beberapa pertanyaan memang mencoba menggali lebih jauh, namun tidak sampai bersifat menyerang atau menekan langsung. Mereka tetap menjaga sikap yang sopan dan tidak terlalu konfrontatif. Misalnya, saat membahas revisi UU TNI, para jurnalis lebih banyak menanyakan pandangan umum Presiden Prabowo, tanpa benar-benar menyentuh kekhawatiran masyarakat soal kemungkinan perluasan peran militer di luar tugas pertahanan. Padahal, ini isu penting yang layak ditanyakan lebih dalam. Begitu juga saat topik kebijakan tarif Trump muncul, pertanyaannya lebih fokus pada bagaimana Prabowo akan merespons secara bijak, bukan pada dampaknya terhadap arah kebijakan luar negeri Indonesia. Kedua contoh ini menunjukkan bahwa sebagian pertanyaan masih terkesan aman dan belum cukup tajam. Hal ini bisa dimengerti karena wawancara berlangsung dalam suasana yang cukup resmi dan formal, namun masyarakat tetap membutuhkan pertanyaan yang lebih berani dan langsung ke pokok masalah, terutama soal isu-isu penting yang berdampak besar pada kehidupan rakyat dan jalannya demokrasi.

Menurut saya, kehadiran tujuh jurnalis dari berbagai media sebenarnya bisa menciptakan dinamika yang seru dan mendalam dalam wawancara. Tapi dalam tayangan tersebut, saya justru merasa interaksi antarjurnalis kurang terlihat. Setiap jurnalis seperti hanya fokus pada pertanyaannya sendiri, tanpa menanggapi atau melanjutkan dari pertanyaan sebelumnya. Akibatnya, beberapa topik terasa tidak dikembangkan lebih jauh dan hanya berhenti pada jawaban umum dari Presiden Prabowo. Saya tidak melihat adanya persaingan yang mencolok antarjurnalis, tapi juga tidak terlihat adanya kerja sama aktif yang bisa mendorong narasumber untuk lebih terbuka dan bertanggung jawab. Padahal, kalau para jurnalis saling mendukung dalam menggali isu, diskusi bisa jadi lebih kaya dan peran media sebagai pengontrol kekuasaan bisa lebih terasa.

Jika saya menjadi salah satu jurnalis dalam forum tersebut, saya akan mengajukan pertanyaan yang lebih mengutamakan kepentingan masyarakat, seperti tentang komitmen Prabowo terhadap perlindungan HAM dan kebebasan sipil, terutama terkait rencana perluasan peran TNI dalam ranah sipil. Misalnya: "Bagaimana Bapak memastikan bahwa perluasan peran TNI tidak akan mengancam kebebasan sipil masyarakat atau digunakan untuk mengekang kritik terhadap pemerintah?" Pertanyaan ini penting karena berdasarkan sejarah Indonesia, sering kali kekuatan militer yang terlalu besar justru berujung pada tindakan represi (penindasan atau pembatasan kebebasan). Oleh karena itu, transparansi (keterbukaan informasi) dan pembatasan kekuasaan sangat diperlukan agar demokrasi tetap terjaga.

Dari semua topik yang dibahas, saya menilai isu ketahanan pangan adalah yang paling relevan dan mendesak bagi masyarakat. Harga bahan pokok, akses terhadap makanan bergizi, dan kedaulatan petani lokal adalah hal-hal yang langsung memengaruhi kehidupan sehari-hari rakyat. Dalam wawancara, Prabowo menyampaikan rencana besar untuk mencapai swasembada pangan, termasuk pembangunan lumbung pangan dan peningkatan produksi dalam negeri. Media punya tanggung jawab besar untuk terus mengawasi isu ini, termasuk memeriksa pelaksanaannya di lapangan, mendukung petani kecil, dan melihat dampak lingkungan dari proyek pangan besar. Jangan sampai rencana ambisius tersebut hanya menjadi janji politik tanpa ada hasil nyata yang menguntungkan rakyat.

Wawancara ini menjadi momen penting untuk menilai gaya komunikasi Presiden Prabowo sekaligus strategi media dalam menggali informasi. Namun masih terdapat ruang untuk kritik dan perbaikan, baik dari sisi ketajaman pertanyaan maupun dinamika antarjurnalis. Di tengah transisi politik ini, media diharapkan tidak hanya menjadi penyambung lidah kekuasaan, tetapi juga penjaga nurani publik.

 

No comments:

Post a Comment

Suara yang Menguatkan: Jejak Figur dalam Setiap Langkah

  “Ayo berangkat, jangan telat. Sukses nggak bisa datang sendiri, harus dijemput.”      Itulah kalimat pertama yang hampir selalu kudengar s...